Penulis : novrizalbinmuslim
Pada zaman
orde lama dan orde baru, guru merupakan suatu pekerjan pengabdian tanpa pamrih,
oleh karena itu di ciptakanlah “Terpujilah Guru” dan mendapat penghargaan
sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Hal ini karena pekerjaan guru adalah
pekerjaan yang minim penghasilan. Dalam suatu cerita seorang pemuda guru ingin
melamar seorang wanita yang di cintainya namun harus kandas karena pekerjaannya
sebagai guru dianggap tidak menjamin masa depan. Kehidupan guru pada masa itu
pekerjaan yang butuh kerja keras tapi dengan hasil pendapatan yang minim. Dan
seorang guru harus mencari pekerjaan sampingan untuk bisa menghidupkan anak
istrinya dengan bercocok tanam, menarik beca, memulung, bahkan ada yang bekerja
sebagai penyemir sepatu untuk bisa mencari tambahan nafkah keluarga. Namun
dibalik itu ada sebuah keberkahan rezeki dari curahan keringat seorang guru,
dimana banyak guru yang anak – anaknya jadi pejabat dan pengusaha yang sukses.
Itulah kehidupan guru zaman dahulu alias Zaman Umar Bakri, zaman yang penuh
perjuangan dan curahan keringat. Karena pada masa itu tidak ada perhatian
pemerintah terhadap guru. Bahkan pekerjaan guru.kadang di katakan pekerja anak
boru, atau pekerjaan yang cocok untuk kaum wanita. Dan lembaga FKIP sunyi dari
peminat yang masuk menjadi guru, karena dianggap sebagai pilihan sampingan
daripada tidak lulus.
Namun
berbeda pada pada era reformasi sekarang ini. Sejak tahun 2005 pemerintah
mencanangkan guru sebagai profesi dan
disetarakan profesi lain sperti dokter, akuntan, dan pustakawan. pemerintah
memberikan tunjangan khusus kepada guru
yang bersertifikasi dari alokasi APBN yang sudah mencapai 20% sesuai amanat UUD
1945.. program ini merupakan kabar baik bagi guru. Tapi banyak membuat guru
salah kaprah. Ibarat Orang Miskin Yang Mendadak Kaya.
Kucuran uang dari pemerintah bukannya untuk meningkatkan ke profesionalannya
tapi untuk kepentingan pribadi dan investasi yang didahulukan. Sehingga guru
bersertifikasi banyak yang buta teknologi. Kompetensinya pedagogis tidak
berkembang. Mereka menganggap aji mumpung, banyak guru berpendapat tunjangan
fungsional ini adalah untuk menaikan kesejahteraan mereka. Tapi banyak mereka
tidak berfikir pemerintah mengucurkan dana pasti akan ada timbal baliknya yang
harapkan pemerintah, yaitu ke profesionalan guru didalam meningkatkan mutu
pendidikan peserta didik.
Kalau bisa
saya berpendapat, kesejahteraan itu adalah hal yang diharapkan manusia dari
hasil kerjanya, tapi perlu kita kaji
bahwa yang namanya kesejateraan itu adalah hal yang relatif. Saya
umpamakan, pemerintah demi mengurangi angka korupsi menaikan gaji PNS 40%
supaya PNS lebih Sejahtera. Tapi hasilnya korupsi tetap tidak turun Malah
bertambah, bahkan merajalela dan semakin menjadi model gaya hidup dan budaya
hidup PNS dan Pejabat kita saat ini. Jadi apa yang salah dari hal yang namanya
“kesejahteraan”. Jadi dapat saya simpulkan bahwa yang namanya materi, harta,
kekuasaan akan membuat manusia mabuk sehingga lupa kalau kita tidak tahu kapan
kita akan menghadapnya. Dalam cerita agama, bahwa manusia ketika diberikan
sebuah Gunung emas sebesar Gunung Mount Everest , pasti ia akan minta satu
lagi. Demi dan atas nama kesejateraan.
Jadi sebagai
seorang guru kita hendaknya menanamkan sikap tawadhu dan syukur kepada diri
kita sendiri sebelum kita menanamkan sikap moral pada diri siswa. Karena dengan bersyukur Allah Swt
akan memberikan kita kemudahan dalam pekerjaan, keberkahan dan bertambahnya
rezeki.
Pemberian
tunjangan fungsional guru merupakan salah satu tujuan pemerintah mengakomodir
guru didalam meningkatkan ke profesionalan guru didalam menjalankan tugasnya
sebagai seorang pendidik. Di dalam alokasi dana tunjangan tersebut guru
diharapkan bisa melakukan penelitian tindakan kelas pada kelas pembelajaran,
untuk menghasilkan kelas yang kondusif dan memnyenangkan. Pada tunjangan
profesi guru pemerintah menitipkan
sejumlah rezeki untuk di salurkan kepada yang berkurangan walaupun sedikit.
Didalam tunjangan profesi guru pemerintah membiayai guru didalam meningkatkan
kemampuan dan pengetahuan guru menjadi lebih baik lagi, misalnya bila ada
keinginan guru melanjutkan ke jenjang S2 guru berhak menyisihkan sebagian dari
tunjangan itu untuk biaya kuliah dan bila kurang kita bisa mencari sponsor yang
memiliki kepedulian terhadap dunia pendidikan. Kita tidak pernah menyangka
kalau diantara beberapa perusahaan yang bonafid itu terdapat dana dan anggaran
Sosial, untuk menunjukkan bahwa perusahaan itu tidak hanya mencari untung saja
tapi punya kepedulian terhadap dunia pendidikan khususnya dan masyarakat
umumnya.
Kalau kita sudah
profesional, sekolah bonafid mana yang tidak mau menerima kita. Lembaga
pendidikan mana yang tidak menerima kita dan negara mana yang tidak menerima
kita untuk mengajar dan mendidik. Mungkin kita bisa jadi guru yang berkehidupan
yang mapan. Dan Kalaupun tidak mungkin kita di taqdirkan jadi guru yang bahagia
di akhir hidupnya. Atau kita bisa jadi
motivator bagi guru lainnya. Seperti kata pepatah tak kan lari gunung di kejar,
rezeki orang siapa yang tahu. Karena kita, guru harus mempedomani makna dan arti
guru sebenarnya bagi manusia, yaitu
seseorang yang di gugu dan di tiru. Selain itu jika kita udah profesional, kita
tidak perlu takut pada yang namanya UKG ataupun sejenisnya. Karena kita yakin
BISA......!.
Semoga
tulisan ini bisa jadi renungan kita sebagai guru yang menyandang guru
profesional secara akademik. Dan bisa menjadi guru profesional secara kehidupan.
Karena kita adalah contoh bagi siswa didik kita. Dan mengubah pola fikir kita
untuk menjadi seseorang yang lebih baik. Ambil yang baik dari era orde lama dan
baru dan buang pemikiran yang buruk dari era reformasi ini.
Semoga kita bisa menjadi guru yang inspiratif, dan memiliki bahasa yang mampu menghipnosis peserta didik kita untuk menjadi generasi yang lebih baik lagi, Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar