Selasa, 23 April 2013

TUNJANGAN PROFESI GURU (TFG) DAN KESEJAHTERAAN


Penulis : novrizalbinmuslim
 
Pada zaman orde lama dan orde baru, guru merupakan suatu pekerjan pengabdian tanpa pamrih, oleh karena itu di ciptakanlah “Terpujilah Guru” dan mendapat penghargaan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Hal ini karena pekerjaan guru adalah pekerjaan yang minim penghasilan. Dalam suatu cerita seorang pemuda guru ingin melamar seorang wanita yang di cintainya namun harus kandas karena pekerjaannya sebagai guru dianggap tidak menjamin masa depan. Kehidupan guru pada masa itu pekerjaan yang butuh kerja keras tapi dengan hasil pendapatan yang minim. Dan seorang guru harus mencari pekerjaan sampingan untuk bisa menghidupkan anak istrinya dengan bercocok tanam, menarik beca, memulung, bahkan ada yang bekerja sebagai penyemir sepatu untuk bisa mencari tambahan nafkah keluarga. Namun dibalik itu ada sebuah keberkahan rezeki dari curahan keringat seorang guru, dimana banyak guru yang anak – anaknya jadi pejabat dan pengusaha yang sukses. Itulah kehidupan guru zaman dahulu alias Zaman Umar Bakri, zaman yang penuh perjuangan dan curahan keringat. Karena pada masa itu tidak ada perhatian pemerintah terhadap guru. Bahkan pekerjaan guru.kadang di katakan pekerja anak boru, atau pekerjaan yang cocok untuk kaum wanita. Dan lembaga FKIP sunyi dari peminat yang masuk menjadi guru, karena dianggap sebagai pilihan sampingan daripada tidak lulus.

Namun berbeda pada pada era reformasi sekarang ini. Sejak tahun 2005 pemerintah mencanangkan  guru sebagai profesi dan disetarakan profesi lain sperti dokter, akuntan, dan pustakawan. pemerintah memberikan tunjangan khusus kepada  guru yang bersertifikasi dari alokasi APBN yang sudah mencapai 20% sesuai amanat UUD 1945.. program ini merupakan kabar baik bagi guru. Tapi banyak membuat guru salah kaprah. Ibarat Orang Miskin Yang Mendadak Kaya. Kucuran uang dari pemerintah bukannya untuk meningkatkan ke profesionalannya tapi untuk kepentingan pribadi dan investasi yang didahulukan. Sehingga guru bersertifikasi banyak yang buta teknologi. Kompetensinya pedagogis tidak berkembang. Mereka menganggap aji mumpung, banyak guru berpendapat tunjangan fungsional ini adalah untuk menaikan kesejahteraan mereka. Tapi banyak mereka tidak berfikir pemerintah mengucurkan dana pasti akan ada timbal baliknya yang harapkan pemerintah, yaitu ke profesionalan guru didalam meningkatkan mutu pendidikan peserta didik.

Kalau bisa saya berpendapat, kesejahteraan itu adalah hal yang diharapkan manusia dari hasil kerjanya, tapi perlu kita kaji  bahwa yang namanya kesejateraan itu adalah hal yang relatif. Saya umpamakan, pemerintah demi mengurangi angka korupsi menaikan gaji PNS 40% supaya PNS lebih Sejahtera. Tapi hasilnya korupsi tetap tidak turun Malah bertambah, bahkan merajalela dan semakin menjadi model gaya hidup dan budaya hidup PNS dan Pejabat kita saat ini. Jadi apa yang salah dari hal yang namanya “kesejahteraan”. Jadi dapat saya simpulkan bahwa yang namanya materi, harta, kekuasaan akan membuat manusia mabuk sehingga lupa kalau kita tidak tahu kapan kita akan menghadapnya. Dalam cerita agama, bahwa manusia ketika diberikan sebuah Gunung emas sebesar Gunung Mount Everest , pasti ia akan minta satu lagi. Demi dan atas nama kesejateraan.

Jadi sebagai seorang guru kita hendaknya menanamkan sikap tawadhu dan syukur kepada diri kita sendiri sebelum kita menanamkan sikap moral pada  diri siswa. Karena dengan bersyukur Allah Swt akan memberikan kita kemudahan dalam pekerjaan, keberkahan dan bertambahnya rezeki.

Pemberian tunjangan fungsional guru merupakan salah satu tujuan pemerintah mengakomodir guru didalam meningkatkan ke profesionalan guru didalam menjalankan tugasnya sebagai seorang pendidik. Di dalam alokasi dana tunjangan tersebut guru diharapkan bisa melakukan penelitian tindakan kelas pada kelas pembelajaran, untuk menghasilkan kelas yang kondusif dan memnyenangkan. Pada tunjangan profesi guru  pemerintah menitipkan sejumlah rezeki untuk di salurkan kepada yang berkurangan walaupun sedikit. Didalam tunjangan profesi guru pemerintah membiayai guru didalam meningkatkan kemampuan dan pengetahuan guru menjadi lebih baik lagi, misalnya bila ada keinginan guru melanjutkan ke jenjang S2 guru berhak menyisihkan sebagian dari tunjangan itu untuk biaya kuliah dan bila kurang kita bisa mencari sponsor yang memiliki kepedulian terhadap dunia pendidikan. Kita tidak pernah menyangka kalau diantara beberapa perusahaan yang bonafid itu terdapat dana dan anggaran Sosial, untuk menunjukkan bahwa perusahaan itu tidak hanya mencari untung saja tapi punya kepedulian terhadap dunia pendidikan khususnya dan masyarakat umumnya.

Kalau kita sudah profesional, sekolah bonafid mana yang tidak mau menerima kita. Lembaga pendidikan mana yang tidak menerima kita dan negara mana yang tidak menerima kita untuk mengajar dan mendidik. Mungkin kita bisa jadi guru yang berkehidupan yang mapan. Dan Kalaupun tidak mungkin kita di taqdirkan jadi guru yang bahagia di akhir hidupnya.  Atau kita bisa jadi motivator bagi guru lainnya. Seperti kata pepatah tak kan lari gunung di kejar, rezeki orang siapa yang tahu. Karena kita, guru harus mempedomani makna dan arti guru sebenarnya  bagi manusia, yaitu seseorang yang di gugu dan di tiru. Selain itu jika kita udah profesional, kita tidak perlu takut pada yang namanya UKG ataupun sejenisnya. Karena kita yakin BISA......!.

Semoga tulisan ini bisa jadi renungan kita sebagai guru yang menyandang guru profesional secara akademik. Dan bisa menjadi guru profesional secara kehidupan. Karena kita adalah contoh bagi siswa didik kita. Dan mengubah pola fikir kita untuk menjadi seseorang yang lebih baik. Ambil yang baik dari era orde lama dan baru dan buang pemikiran yang buruk dari era reformasi ini.

Semoga kita bisa menjadi guru yang inspiratif, dan memiliki bahasa yang mampu menghipnosis peserta didik kita untuk menjadi generasi yang lebih baik lagi,  Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar